a.
Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di
Indonesia
Masalah
besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah
kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang
berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan
angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang
dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar
angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara
maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang
relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak
terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian,
masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah
menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai
upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa
bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk
memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di
negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional
seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya
berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan
bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur
sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan
pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan
faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak
(kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan
memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik,
perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu
melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan
kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses
otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan
yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan
subsidi.
Penetapan
pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang
pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya
rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah
dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan,
semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai
roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses
redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya
Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya
terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan
masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru
sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan
terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin
besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang
tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan
ini.
b.
Analisis Distribusi Pendapatan
1. Distribusi
Ukuran (personal distribution of income
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau
distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator
yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung
menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah
tangga.
Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima
seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau
tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang
kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan
jasa) juga diabaikan.
2. Kurva
Lorenz
Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase
kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok
terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari
jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah,
demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100
persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh
masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga
berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal)
sama panjangnya.
Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase
jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat
total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal
melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen
dari jumlah penduduk.
Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan
75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah
penduduk.
Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect
equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
3. Koefisien
Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang
relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung
rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan
luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
4. Koefisien
Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang
relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung
rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan
luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan
(pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar
antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di
kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling
baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
c.
Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks
Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama Ini
Simon
Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve)
bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin
tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu,
distribusi pendapatan makin merata.
KEMISKINAN
·
Menurut Sallatang (1986) kemiskinan adalah
ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa
mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
·
Menurut Esmara (1986) mengartikan kemiskinan
ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan
kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
·
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada
dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah
kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan,
dan lain sebagainya.
·
Menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan
didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320
kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
·
Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai
keadaan ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar,
rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara
kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku
antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk
mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan,
serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
·
Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya
diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau
sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin
SPECKER (1993) mengatakan bahwa
kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1.
kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang
normal
2.
gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3.
risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial
ekonomi dan lingkungannya,
4.
kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak
bisa hidup layak, dan
5.
kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat
ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan
kualitas pendidik yang rendah.
Masalah
kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat. Pemecahan masalah
kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial,
budaya, ekonomi dan politik.
Ukuran Kemiskinan
1.
Kemiskinan Absolut
Konsep
kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan,
kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (
basic need ).
Kemiskinan dapat
digolongkan dua bagian yaitu :
a) Kemiskinan
untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b) Kemiskinan
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2.
Kemiskinan Relatif
Menurut
Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan
miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Faktor-faktor
Penyebab kemiskinan :
Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu sebagai berikut :
·
Tingkat kemiskinan cukup banyak.
·
Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (
produktivitas tenaga kerja ).
·
Tingkat inflasi.
·
Tinggat Infestasi.
·
Alokasi serta kualitas sumber daya alam.
·
Tingkat dan jenis pendidikan.
·
Etos kerja dan motivasi pekerja.
Strategi Dalam
Mengurangi kemiskinan
·
Pembangunan Sektor Pertanian
Sektor
pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sector tersebut
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masyarakat di pedesaan
berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin.
·
Pembangunan Sumber Daya manusia
Sumberdaya
manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar,
diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat
secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi
merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah.
·
Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
Mengingat LSM
memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami
komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan
Sumber :
http://khastuti.blogspot.com/2012/03/struktur-produksi-distribusi-pendapatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar